Lebih dari seratus orang lebih dikabarkan tewas pada serangan di wilayah Oromia, Ethiopia, menurut keterangan dari para saksi mata. Sebagian besar dari korban tersebut berasal dari etnis Amhara. kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Oromo (OLA) pun yang menjadi dicurigai dalam dari salah satu serangan paling mematikan yang pasti akan dingat itu.

Namun, dua saksi juga meyakini ada lebih dari 200 orang tewas dalam kasus ini. Pemerintah daerah di Oromia mengkonfirmasi serangan tersebut namun tidak memberikan detail secara rinci tentang jumlah korban sebenarnya. Sementara pemerintah pusat di Addis Ababa tak bisa dihubungi saat ini untuk dimintai keterangan.
Sebelum melanjutkan, Kami ingin memastikan apabila ingin mendapatkan kesenangan dari aktifitas sehari hari dan merasa bosan dalam menjalankannya pastikan Anda untuk pemainan slot, berpartisipasi dalam bermain slot untuk mendapatkan peluang kesempatan memenangkan banyak keuntungan.
“Saya telah menghitung 230 mayat. Saya khawatir ini adalah serangan paling mematikan terhadap warga sipil yang pernah kita lihat dalam hidup kita,” Abdul-Seid Tahir, seorang penduduk daerah Gimbi, mengatakan kepada kantor berita The Associated Press setelah lolos dari serangan pada hari Sabtu (18/6) itu.
“Kami mengubur mereka di kuburan massal, dan kami masih mengumpulkan mayat. Unit tentara federal sekarang telah tiba, tetapi kami khawatir serangan itu dapat berlanjut jika mereka pergi,” tambahnya.
Saksi lain melaporkan, yang memberikan nama depannya, Shambel, yang khawatir akan keselamatannya, ia mengatakan bahwa komunitas Amhara setempat sekarang mati-matian terus berusaha untuk dipindahkan ke tempat lain,
“sebelum putaran pembunuhan massal terjadi”. Dia mengatakan etnis Amhara yang menetap di daerah itu sekitar 30 tahun yang lalu dalam program pemukiman kembali sekarang “dibunuh seperti ayam”.
“Seluruh keluarga saya terbunuh. Tidak ada yang selamat. Saya mendengar sekitar 300 mayat ditemukan sejauh ini. Tetapi pengumpulan mayat belum dimulai di dua desa sehingga bisa jauh lebih tinggi,” ungkap saksi Abdu Hassen, yang tinggal di dekatnya kepada kantor berita DPA melalui telepon.
Sebelumnya, Perdana Menteri Abiy Ahmed juga telah mengutuk apa yang dia gambarkan sebagai “tindakan mengerikan” di Oromiya, nampak tak memberikan rincian. “Serangan terhadap warga sipil tak berdosa dan perusakan mata pencaharian oleh pasukan ilegal dan tidak teratur tidak dapat diterima,” katanya di Twitter.
Serangan yang terjadi ketika sedang dalam perselisihan etnis mengancam untuk memecah negara terpadat kedua di Afrika itu. Pertempuran yang meletus pada tahun 2020 di wilayah Tigray utara telah meluas ke wilayah tetangga Afar dan Amhara tahun lalu.
Para saksi serta juga pemerintah daerah Oromia menyalahkan OLA atas serangan itu. Dalam sebuah pernyataan, pemerintah daerah menegaskan pemberontak menyerang “setelah tidak mampu melawan operasi yang diluncurkan oleh pasukan keamanan (federal)”.
sementara Juru bicara OLA, Odaa Tarbii telah membantah tuduhan itu. Ia mengklaim dalam sebuah tweet bahwa pemerintah Abiy sekali lagi menyalahkan OLA atas kejahatan yang telah dilakukan secara sendiri.
“Serangan yang Anda maksudkan dilakukan oleh militer rezim dan milisi lokal saat mereka mundur dari kamp mereka di Gimbi setelah serangan kami baru-baru ini,” katanya dalam sebuah pesan kepada AP.
“Mereka melarikan diri menuju daerah bernama Tole, di mana mereka menyerang penduduk setempat dan menghancurkan properti mereka sebagai pembalasan atas dukungan yang mereka rasakan untuk OLA. Pejuang kami bahkan belum mencapai daerah itu ketika serangan terjadi,” pungkasnya.